Free Soccer Ball Cursors at www.totallyfreecursors.com
PerMiDi: Relevansi Kerjasama Pemerintah Kartamantul dalam Pengelolaan Sampah
RSS

Relevansi Kerjasama Pemerintah Kartamantul dalam Pengelolaan Sampah

(Tugas kelompok di semester akhir, saat-saat terakhir kuliah-aamiin-dan mungkin di saat teman-teman sudah mulai berkarya dengan skripsinya) 
Ajeng, Ina, Hana, Lian, Diki, Diko, Ilfan, Satya, Fahmi dan Miftakh                    
 A. Latar Belakang
Tulisan ini bertujuan untuk membahas relevansi kerjasama antardaerah dalam merespon permasalahan daerah. Bahasan mengenai kerjasama antardaerah perlu dilakukan karena beberapa alasan. Pertama, pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah membuat daerah memiliki otonomi. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola sendiri urusan daerah menurut asas otonomi yang ditujukan agar kesejahteraan masyarakat bisa lebih cepat terwujud.Otonomi ini kemudian dimanfaatkan dengan menjalin kerjasama melalui berbagai program kemitraan baik dengan pemerintah daerah lain maupun pihak swasta. Artinya, ada pergeseran pola pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan, dari yang semula cenderung vertikal dari daerah dengan pemerintah pusat menjadi horizontal.
Kedua, kerjasama dengan pemerintah daerah lain terutama daerah sekitarnya yang berbatasan langsung merupakan kewajiban yang diamanatkan undang-undang (Mahmudi, 2007: 53). Bentuk dari badan kerjasama antar daerah ini ada bermacam-macam. Jika kita lihat dari lokasinya, terdapat kerjasama ditingkat regional seperti Kartamanul (Yogyakarta-Sleman-Bantul) maupun Barlingmascakeb (Banjarnegara-Purbalingga-Banyumas-Cilacap-Kebumen). Selain itu juga terdapat kerjasama regional lintas batas provinsi seperti Pancimas (Pangandaran-Cilacap-Banyumas/Jawa Barat - Jawa Tengah) maupun Ratubangnegoro (Blora,Tuban,Rembang dan Bojonegoro/Jateng - Jatim) (Warsono 2009, hlm. 107). Bentuk kerjasama secara nasional juga dapat ditemukan seperti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI), ataupun Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI). Kerjasama antardaerah ini sangat penting untuk meningkatkan sinergi daerah dan meminimalisasi timbulnya konflik kepentingan di masing-masing daerah bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal (Mahmudi, 2007: 53).
Ketiga, kemitraan pemerintah daerah (local government partnership) penting dilakukan daerah sebab tidak mungkin seluruh permasalahan pembangunan masyarakat dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah sendiri. Bentuk dari kerjasama antardaerah tersebut dapat masuk dalam banyak bidang. Misalnya sajabidangmasalahperkotaan, khususnya dalam pengelolaan sampah, yang telah dilakukan Kartamantul dalam pengelolaan tatakota. Kerjasama juga dapat dilakukan pada bidang perdagangan dan pariwisata seperti yang dilakukan oleh Barlingmascakeb. Dengan kata lain, terdapat kondisi dan tujuan tertentu yang memungkinkan untuk membentuk kerjasama.
Ketiga hal tersebut menjadi alasan bahwa bahasan mengenai kerjasama antardaerah perlu dilakukan. Bahasan kerjasama antardaerah ini akan mengambil kerjasama ditingkat regional sebagai ruang lingkupkajian, khususnya dalam bidang pengelolaan sampah oleh pemerintah Kartamantul. Pemilihan objek kajian ini didadasari oleh argumentasi sebagai berikut. Kartamantul merupakan modelkerjasama yang berbentuk forum yangterdiri dari pemerintah kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Artinya terdapat kerjasama antara kota dengan kabupaten. Adanya aglomerasi perkotaan yang melampaui batas kewenangan administratif kota Yogyakarta memberikan dampak pada kedua daerah lainnya (Kartika Cahyani, 2009: 1066).
Yogyakarta yang mengalami proses urbanisasi cukup pesat mengalami pemekaran fisik kota yang cukup berarti. Apalagi kepadatan penduduk Yogyakarta semakin meningkat tiap tahunnya hingga berdampak pada daerah lain yang berdekatan dengan kota Yogyakarta seperi Kabupaten Bantul dan Sleman. Akibatnya ketiga daerah ini mengalami resiko bersama dalam penyediaan pelayanan publik terutama berkaitan dengan penyediaan tempat pembuangan akhir (TPA). Ini disebabkan karena adanya ancaman pencemaran lingkungan akibat sistem pembuangan sampah dan pengelolaan air limbah yang buruk.Logikanya kota sebagai pusat urbanisasi membutuhkan tempat pembuangan sampah di kabupaten sebagai tempat yang masih memiliki lahan untuk pengelolaan sampah. Sedangkan daerah pinggiran membutuhkan sumberdaya dari daerah urban. Hal ini menjadi menarik ketika terdapat satu kota bekerja sama dengan dua kota untuk mengelola masalah sampah.

B.     Rumusan Masalah
“Bagaimana relevansi kerjasama yang dilakukan oleh pemda Kartamantul dalam  mengatasi permasalahan pengelolaan sampah?”

C.    Metode Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini, kami menggunakan metode studi kasus. Menurut Stake, studi kasus adalah bagian dari metode ilmiah yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan (Robert Stake, 2009: 313). Dalam studi kasus, diprioritaskan agar peneliti mampu mendalami objek yang sedang mereka teliti. Kemampuan untuk mendalami objek yang berkaitan tersebut tentu membutuhkan variabel-variabel yang memiliki relevansi serta keterkaitan untuk selanjutnya dijadikan acuan dasar untuk melangkah pada proses penelitian selanjutnya. Minat dari studi kasus ini dibagi menjadi dua yaitu studi kasus instrinsik dan studi kasus instrumental (Robert Stake, 2009:301). Dan jika kami kontekstualisasikan dengan riset kami mengenai kerjasama pengolahan sampah di Kartamantul, kami menggunakan salah satu dari 2 jenis studi kasus yaitu Studi Kasus Instrumental. Berangkat dari studi kasus instrumental sebagai sebuah metode yang kami pilih untuk melakukan riset ini, dirasa cukup relevan untuk mengakomodir topik penelitian kami yang berupa kerjasama pengelolaan sampah di Kartamantul.
TPA Piyungan sebagai sebuah bentuk riil dari kerjasama pengolahan sampah Kota Jogjakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul tentu memiliki 2 sisi yang berbeda, yang dimaksud dalam hal ini adalah sisi positif serta negatifnya. Pengelolaan sampah yang berbasis lingkungan serta jauh dari area pemukiman masyarakat sipil dirasa sudah cukup mengakomodir pengalokasian limbah-limbah rumah tangga pada tempat yang seharusnya. Dengan demikian, stabilitas lingkungan dan pengolahan limbah menjadi terorganisir dan ditangani oleh pihak pihak yang memiliki kompetensi dibidangnya. Namun tak bisa dipungkiri sebaik apapun sistemnya sudah dipastikan memiliki kekurangan baik dari segi sistem itu sendiri maupun pelaksanaannya. Dan dalam konteks penelitian ini, segi pelaksanaannya lah yang memunculkan sisi negatif dari TPA kerjasama Kartamantul ini. Minimnya kompetensi dari minoritas masing masing individu yang berdomisili dalam tiga wilayah tersebut justru mengambil kesempatan kerja dalam wilayah TPA piyungan sebagai aktor yang memilah sampah yang sekiranya masih bisa diolah lagi yang selanjutnya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan harian yang bersangkutan. Dengan demikian tidak dapat disanggah demi kelancaran aksesibilitas para pelaku tersebut, mereka justru memilih untuk menetap dalam wilayah TPA tersebut yang selanjutnya memunculkan masalah baru yaitu slum area kota serta secara tidak langsung menggangu kinerja serta stabilitas dari pemerintah sebagai satu satunya pihak yang mengelola TPA tersebut.

D.    Otonomi dan Kerjasama Daerah
Otonomi daerah dapat dikatakan sebagai suatu bentuk harapan baru bagi masyarakat yang dahulunya mendambakan adanya demokrasi. Melalui mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang tidak lagi sentralistis (terpusat) daerah akan memiliki keleluasaan untuk membuat suatu perencanaan pembangunan yang dirasa paling baik menurut daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan inisiatif daerah, kesejahteraan masyarakatpun diharapkan juga dapat berkembang, mengingat otonomi daerah lebih memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk memaksimalisasikan pelayanan publiknya.
Namun terdapat hal lain yang perlu diperhatikan dengan adanya otonomi daerah tersebut, salah satunya yaitu lemahnya sinergi pembangunan antar daerah. Kabupaten kota cenderung tidak menjalin kerjasama untuk berbagi peran dalam penyelesaian masalah bersama, dan meningkatkan daya saing dengan cara bersinergi, namun cenderung membiarkan kondisi tanpa adanya kerjasama di tingkat regional. Maka dari itu, terdapat dua permasalahan yang penting sejak adanya otonomi daerah, yaitu melemahnya koordinasi pembangunan tingkat regional, kurangnya ruang untuk manajemen regional pada hirarki perundangan, dan kurang tertanganinya dengan baik masalah atau konflik horizontal antar kabupaten/kota yang berdekatan. Dan dengan makin menguatnya otonomi daerah pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan masing-masing pemerintah lokal merasa semua harus dan bisa ditentukan dan dilakukan sendiri (Warsono, 2009: 107-109).
Oleh dasar itulah, dibutuhkan suatu bentuk kerjasama antar daerah, dimana pola hubungan yang tercipta dilandasi oleh relasi horisontal. Kerjasama antar daerah sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk kepentingan bersama yang mendorong dua atau lebih pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan bersama atau memecahkan masalah secara bersama-sama. Pada dasarnya terdapat beberapa bentuk kerjasama antar daerah di Indonesia, antara lain kerjasama antar daerah yang tidak berdekatan, kerjasama dengan pihak ketiga, dan kerjasama yang bersifat massal. Jika dilihat dari sisi lokasi, terdapat kerjasama regional dalam batas wilayah provinsi, dan kerjasama regional lintas batas provinsi (Warsono, 2009: 109-113).
Terdapat dua pola hubungan kerjasama antar daerah, yaitu:
1.             Intergovernmental Relation
Merupakan sebuah pola organisasi antar daerah yang hanya memungkinkan koordinasi dalam aspek umum, di seluruh wilayah kerjasama.
2.             Intergovernmental Management
Merupakan sebuah pola organisasi antar daerah yang memberikan kemungkinan penyelenggaraan manajemen yang terkendali penuh dengan sektor kerjasama yang jelas.
Kedua pola ini umumnya menganut prinsip-prinsip yang sama dan sejalan dengan yang diterapkan good governance, yaitu adanya partisipasi, akuntabilitas, trasparansi, efisiensi, efektivitas, konsensus, dan saling menguntungkan serta memajukan. Ada pula prinsip-prinsip yang sifatnya lebih khusus, seperti adanya keterikatan antar daerah yang bekerjasama, dan bahwa dalam tiap-tiap kerjasama tersebut ada kepatuhan atas tatatertib yang telah dibuat. Satu hal menarik disamping prinsip-prinsip dalam kerjasama antar daerah tersebut adalah bahwa keduanya mengedepankan karakter networking, yang artinya pola kelembagaan jejaring tersebut terdiri dari beberapa unit organisasi yang menjalin hubungan dengan pola yang relatif flexible. Dan dalam konsep jejaring ini, terdapat empat intergovernmental networks yang diurutkan sesuai derajatnya menurut Robert Agranoff, yaitu:
1.             Information networks
Merupakan jenis jaringan kerjasama yang paling ringan derajatnya. Pada jenis ini, beberapa daerah kabupaten/kota dapat membuat forum yang berfungsi sebagai pertukaran kebijakan dan program, teknologi dan solusi atas masalah-masalah bersama.
2.             Development networks
Dalam jenis ini, kaitan antar daerah terlibat lebih kuat, karena selain pertukaran informasi, hal tersebut juga dibarengi dengan pendidikan dan pelayanan yang secara langsung dapat meningkatkan kapasitas informasi daerah untuk mengatasi masalah di daerah masing-masing.
3.             Outreach networks
Adanya penyusunan program dan strategi untuk masing-masing daerah yang diadopsi dan dilaksanakan oleh daerah lain.
4.             Action networks
Merupakan suatu bentuk intergovernmental networks yang paling solid, karena dalam bentuk ini, daerah-daerah yang menjadi anggota secara bersama-sama menyusun program aksi bersama sesuai proporsi dan kemampuan masing-masing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, kerjasama antar daerah yang bersifat networking didasarkan pada inter-relasi yang dilakukan oleh daerah yang bersifat bebas dan mandiri dalam berhubungan dengan daerah lain, dimana keseluruhan tujuan dihasilkan dari kesepakatan dari semua anggota yang tergabung dalam forum kerjasama antar daerah tersebut (Warsono, 2009:114-117)
E.     Relevansi Kerjasama Kartamantul
Perkembangan suatu kota hingga melebihi batas administrasinya menyebabkan kawasan di sekitar kota menyatu secara alamiah membentuk kawasan perkotaan. Kondisi inilah yang terjadi di Kota Yogyakarta. Pertumbuhan Kota Yogyakarta melebar sehingga membentuk Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Terbentuknya kawasan perkotaan ini berdampak pada munculnya kebutuhan atas suatu sistem infrastruktur yang terpadu dan integratif. Aglomerasi perkotaan yang semakin mengancam terjaminnya pelayanan publik perlu segera diatasi.Kebutuhan tersebutlah yang mendasari dilaksanakannya kerja sama antar daerah (KSAD) di Yogyakarta, Sleman dan Bantul (Kartamantul).
Pemerintah Kota Yogyakarta beserta Kabupaten Sleman dan Bantul mengambil inisiatif untuk secara bersama membentuk suatu sekertariat bersama untuk pembangunan infrastruktur di wilayah ini pada tahun 2001. Tujuan tak lain untuk mengkoordinasikan, merencanakan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur bagi wilayah ini secara keseluruhan, yang bersifat multi yurisdiksi. Ketiga pemerintah kota/kabupaten ini menyadari bahwa kerjasama sangat penting agar pembangunan serta pengelolaan infrastruktur dapat berjalansecara optimum, dan harus dilakukan sebagai suatu sistem yang bersifat multi yurisdiksi. PemerintahProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jugasangatmendukungkerjasamaini.
Kerjasama yang dilakukan oleh sekber Kartamantul ini merupakan pelaksanaan dari UU No. 32 tahun 2004 pasal 195, yang menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pemerintah daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Selain itu juga didukung dengan UU No. 32 tahun 2004 pasal 196 yang menganut otonomi seluas-luasnya, dalam artian daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang ditujukan untuk mempercepat perwujudan dari kesejahteraan masyarakat.
Kerjasama dilakukan dalam bentuk pelaksanaan penyediaan dan pengelolaan TPA bersama yang dilaksanakan oleh Pemda Kartamantul dengan membentuk badan koordinasi yang independen bernama Sekretariat Bersama (Sekber).Model kerjasama sekber Kartamantul ini berbentuk forum sehingga mempunyai keuntungan tersendiri. Meskipun bentuk forum menjadikan Sekber tidak memiliki mekanisme kerja yang sistematis, namun dari sisi fleksibilitas yang terbuka model kerjasama ini menyingkirkan adanya hambatan yang bersifat struktural sehingga kerja pun menjadi lebih jelas (Kartika Cahyani, 2009: 1066). Tujuan kerjasama ini tidak lain adalah untuk membangun sinergi antar daerah, meningkatkan efisiensi dan efektifitas potensi daerah, meminimalisasi adanya konflik, meningkatkan derajat pelayanan publik, merumuskan, mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan rencana kegiatan yang masuk dalam kesepakatan kerjasama, serta memonitoring dan mengevaluasi kegiatan yang dijalankan.
Seketariat Bersama Kartamantul ini memiliki tiga jenjang pengelolaan. Pertama, Bupati dan Walikota ketiga pemerintah daerah ini pada tingkat tertinggi; Pada tingkat kedua, pengelolaan dilaksanakan bersama oleh pejabat teras kota/kabupaten tersebut, termasuk Sekertaris Daerah, Kepala Bappeda, dan beberapa kepala dinas; Ketiga, pada tingkat yang paling rendah pelaksanaan dilakukan oleh para pejabat teknis.Adapun sumber pendanaan TPA ini dilakukan dengan cara Development Sharing(Edukasi.Kompasiana.com, 2011), yaitu dengan berbagi alokasi anggaran dan besarnya biaya operasional didasarkan pada jumlah sampah yang dibuang pada TPA tersebut.Dalam pembiayaan ini, Sekber Kartamantul tidak memiliki sumber dana sendiri melainkan menunggu anggaran pembangunan dari ketiga daerah tersebut.
Sekber Kartamantul merupakan bentuk kerjasama yang lebih mengarah pada bentuk intergovernmental management (IGM) dan berada pada tingkat action networks. Dengan demikian jangkauan kerjasama forum ini tidak terbatas pada komunikasi, koordinasi perencenaan, maupun teknis pelaksanaan, melainkan juga perumusan kebijakan bersama jangka menengah serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan kerjasama secara periodik (Kartika Cahyani, 2009: 1067). Sekertariat Kerjasama Kartamantul dipandang berhasil dalam melakukan pengelolaan ini, bahkan mendapat penghargaan dari DepartmenDalamNegeridan Bank Duniapadaawaltahun 2000an sebagaisalahsatuinovasipembangunankota di Indonesia. KuncikeberhasilanSekertariatBersamakerjasama Metropolitan Kartamantuladalah: pertama, pengambilankeputusankolektif yang baik; kedua, transparansidalam proses negosiasidiantarapemerintahkabupaten/kotaterkait, walaupunkemungkinanterdapatperbedaankepentingan; ketiga, kepemimpinandanvisisertakomitmenbersamadariwalikota/bupati di wilayahtersebutmengenaiperlunyapengembanganinfrastrukturdilakukandalamsuatusistem yang terpadu; keempat, dukungan dari pemerintah Provinsi DIY.
Kerjasama antar daerah otonom merupakan kebutuhan yang tidak mungkin terhindarkan dalam penyediaan pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul ini mewujudkannya dengan menjalin kerjasama yang terbentuk dalam sekber Kartamantul untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh aglomerasi perkotaan. Hal ini menjadi bukti bahwa adanya otonomi daerah menjadikan daerah saling tergantung satu sama lain. Sebab adanya otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada masing-masing daerah dalam batas administrasi wilayahnya menyebabkan daerah harus bekerjasama dengan daerah agar penyejahteraan masyarakat bisa terwujud. Pelayanan publik kepada masyarakat tidak bisa hanya dilakukan dalam batas administratifsebab masing-masing daerah memiliki kelebihan maupun keterbatasan tersendiri dalam hal sumberdaya. Selain itu terdapat pula pelayanan kepada masyarakat yang bersifat lintas wilayah administratif, untuk memenuhinya diperlukan suatu kerjasama antar daerah tersebut.Kerjasama antar daerah memungkinkan pembangunan bisa dikelola dan dikoordinasikan berdasarkan pada efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.
Kerjasama Kartamantul yang berbentuk Sekber ini sifatnya lebih fleksibel sehingga tidak menerima adanya sanksi pada anggotanya yang melanggar. Selain itu juga berbasiskan pada need-driven antar anggota. Meskipun tidak ada sanksi mekanisme kerjasama ini menyediakan struktur insentif dan sekumpulan aturan yang dapat mempengaruhi anggotanya agar melaksanakan program sesuai dengan yang sudah direncanakan. Namun pada intinya sekber Kartamantul ini dibentuk agar dapat mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh aglomerasi perkotaan yang menyebabkan munculnya resiko pencemaran lingkungan jika tidak ditangani dengan seksama. Otonomi daerah disini menjadi jalan bagi masing-masing daerah untuk melakukan kerjasama demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya kerjasama ini memperkuat kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan publik. Tidak hanya itu, pihak yang bekerjasama dapat mencapai kemajuan lebih tinggi sebab masing-masing daerah bisa saling bertukar pikiran demi terwujudnya kemajuan. Terlihat dalam kerjasama Kartamantul bahwa permasalahan pelik yang dialami oleh kota Yogyakarta akan ancaman pencemaran lingkungan dapat lebih mudah diatasi dengan adanya kerjasama yang terwadahi dalam sekber Kartamantul. Hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya kerjasama bagi kemajuan daerah.

F.     Kesimpulan
Otonomi daerah yang melahirkan adanya desentralisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kemandirian daerah dalam mengelola pemerintahan sendiri. Otonomi daerah mengharuskan daerah untuk secara mandiri melakukan perencanaan pembangunan di daerahnya dengan memperhatikan sumber daya yang ada agar tercipta kesejahteraan bagi masyarakat. Namun demikian pelayanan publik terhadap masyarakat dihadapkan pada batas administrsi suatu daerah. Oleh karenanya diperlukan suatu kerjasama antara daerah, sebab banyak permasalahan publik yang sifatnya lintas wilayah dan juga terdapat permasalahan yang sulit jika dipecahkan sendiri oleh suatu daerah.
Kerjasama merupakan pemusatan dan sinkronkanisasi pemanfaatan sumberdaya pihak-pihak yang bekerjasama agar intensitas program kegiatan pembangunan berjalan lebih cepat (Ir. Fuad Asaddin, M. Si., 2010). Adanya kerjasama akan mendorong dialog dan komunikasi serta pertukaran informasi, yang dapat mengakselerasi terbukanya kemungkinan-kemungkinan yang lebih positif. Studi Kasus Sekertariat Kartamantul menunjukan bahwa tata kelola (governance) metropolitan tidak harus selalu diinisiasi oleh pemerintah pusat (top-down), namundapatmerupakaninisiasidaripemerintahkabupaten/kota (bottom-up), yang ternyatadapatberjalandenganefektifkarenatidakterlampaubirokratis. Model kerjasama‘voluntary’inilahsebenarnya yang menjadi keunikan Sekertariat kerjasama Kartamantul.
Sekber Kartamantul yang merupakan model kerjasama yang berbentuk action networks ini terbentuk sebagai respon terhadap permasalahan yang diakibatkan oleh aglomerasi perkotaan yang melampaui batas-batas administratif daerah. Adanya kerjasama ini terbukti memudahkan pemerintah kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul dalam berkoordinasi menanggulangi resiko pencemaran lingkungan. Sekber Kartamantul yang sifatnya lebih cair/fleksibel menyingkirkan diri dari hambatan yang sifatnya struktural sehingga kinerjanya pun menjadi lebih jelas. Namun meskipun model kerjasama Kartamantul bersifat forum namun dapat dikembangkan menjadi kerjasama yang berfungsi sebagai koordinasi, monitoring maupun evaluasi terhadap kegiatan yang direncanakan.
Kerjasama yang berfungsi sebagai koordinasi, monitoring, dan evaluasi ini tidak hanya sekedar berbasis pada sharing of information antar daerah yang bekerjasama melainkan juga pelaksanaan program yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas daerah anggota serta fasilitas horizontal learning antar daerah. Hal ini sesuai dengan prinsip kerjasama yang menekankan pada efisiensi, efektifitas, serta saling menguntungkan dan memajukan.


.


Daftar Referensi

1.      Warsono, Hardi, 2009, “Kolaborasi dan Kerjasama Antardaerah”, dalam Agus Pramusinto dan Erwan Agus Purwanto, “Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan, dan Pelayanan Publik”, Gava Media, Yogyakarta.
2.      Cahyani, Kartika, 2009, “Model Kerjasama Antar Daerah dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Riset Daerah Vol. VIII, No. 2.
3.      Firman, Tommy,“MembangunKelembagaanKerjasamaAntar Daerah di Wilayah Metropolitan di Indonesia”, diunduh pada tanggal 24 September 2011 pukul 15.00 WIB.
4.      Mahmudi, 2007, “Kemitraan Pemerintah Daerah dan Efektifitas Pelayanan Publik”, dalam Sinergi: Kajian Bisnis dan Manajemen Vol. 9, No.1, diunduh dari; (http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/230/226) pada tanggal 24 September 2011 pukul 21.05 WIB.
5.      Asaddin, Ir.  Fuad, 2010, “Perlunya Pengembangan Kerjasama antara daerah”, diunduh dari; (http://www.tastawima.com/index.php?option=com_content&view= article&id=1245:perlunya-pengembangan-kerjasama-antar-daerah&Itemid=874)  pada tanggal 24 Sepetember 2011 pukul 21.19 WIB.
6.      Febriyanti, A. Dita, 2011, “TPA Regional Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul, Sebuah Pilihan”, Edukasi.Kompasiana.com, diunduh dari; (Error! Hyperlink reference not valid.) pada tanggal 24 September 2011 pukul 21.00 WIB.
7.      Kedaulatan Rakyat, “Warga Dukung Kerja Sama Kartamantul; Timbunan Sampah Ilegal di Singosaren Dievakuasi”, diunduh dari; (http://digilib-ampl.net/detail/detail. php?row=7&tp=kliping&ktg=sampahluar&kode=3000) pada tanggal 24 September 2011 Pukul 16.00 WIB.
8.      TAMBA, Iestin S.B.. “Studi pelaksanaan kerja sama antar daerah studi kasus: kerja sama antar daerah sektor persampahan di kartamantul dan bandung raya”, diunduh dari; (http://sappk.lib.itb.ac.id/index.php?menu=library&action=detail&libraryID=16 297) pada tanggal 24 September  2011 pukul 16.00 WIB.
9.      Stake, Robert, 2009, “Handbook of Qualitative Research”, California: Sage Publication.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Unknown said...

Perkenalkan saya Dita, mahasiswi pembangunan wilayah. Saya senang sekali bisa mendapat referensi ini karena saya sedang menulis tugas akhir saya terkait dengan kerja sama antardaerah. Jika diperbolehkan sy ingin mempelajari naskah asli dlm bentuk pdf agar bisa saya refer ke tulisan saya secara resmi. Terima kasih

Post a Comment